Ini adalah tulisan Handito Joewono di salah satu portal (kickandy.com) entah kenapa tapi saya suka saja...dan sudah beberapa kali membacanya....coba deh dibaca lagi...
Laskar "PELANGI" Indonesia
“Yang harus kalian ingat, anak-anakku: Jangan cepat menyerah. Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan menerima sebanyak-banyaknya”, begitu kira-kira pesan Pak Cik sebelum meninggal di ruang kelas SD Muhammadiyah di Pulau Belitong yang dipimpinnya. Lengkaplah tugas Pak Cik sebagai ’pahlawan’ dan guru bagi Laskar Pelangi. Pahlawan memang harus mati, tetapi cita-citanya abadi. Bahkan semasa hidupnya, Pak Cik pernah berucap kepada ibu guru Muslimah ”Tugas kita adalah meyakini anak-anak agar mereka berani punya cita-cita.”
Saya tersentak, tertegun, terharu, tersenyum dan tertawa sekaligus saat menonton film layar lebar Laskar Pelangi bersama dengan tepat sepuluh orang anggota keluarga kami seperti jumlah anggota Laskar Pelangi. Film hebat ini diangkat dari novel karya Andrea Herata yang ’dibesarkan’ oleh Kick Andy.
Disana ada sosok ibu guru Muslimah yang penuh dedikasi. ”Mimpi aku bukan jadi istri saudagar. Mimpi aku jadi guru.” Disana ada guru kepala Pak Cik yang punya pandangan jauh ke depan dengan pesan moral yang jelas.
Disana ada sosok ibu guru Muslimah yang penuh dedikasi. ”Mimpi aku bukan jadi istri saudagar. Mimpi aku jadi guru.” Disana ada guru kepala Pak Cik yang punya pandangan jauh ke depan dengan pesan moral yang jelas.
Disitu ada Ikal ’Andrea Herata’ yang ketika masih anak picisan sudah ’bermain cinta’ dengan A Ling saudara sepupu A Kiong sahabat Ikal. Dengan prestasi sekolah biasa-biasa saja, kini hadir Andrea Herata yang fenomenal. Benar kata Pak Cik bahwa ”Kecerdasan diukur bukan dengan angka, tapi dengan hati.” Bisa jadi Ikal tidak menjadi Andrea Hirata yang sekarang kalau tidak terusik hatinya saat mengambil orderan kapur tulis untuk sekolahnya di toko tempat kerja A Ling. Romantisme diperlukan ditengah kepedihan.
Di Laskar Pelangi kita bisa saksikan seorang ’jenius alami’ Lintang yang semangatnya tidak pernah luntur. Dengan tindakan nyata tanpa banyak cerita, Lintang yang datang sekolah lebih awal dan bertemu buaya ketika menuju sekolah, berhasil mengantarkan sekolahnya menjadi juara Cerdas Cermat. ’Sayang’ dia yang datang ke sekolah lebih awal terpaksa harus meninggalkan sekolah lebih awal karena tidak bisa melanjutkan sekolah ketika orang tuanya meninggal. Tetapi mungkin itu juga yang melecut hati Ikal belajar lebih jauh. Seringkali kita perlu contoh tragis agar terinspirasi. Termasuk dalam memajukan Indonesia.
Di Laskar Pelangi kita bisa saksikan seorang ’jenius alami’ Lintang yang semangatnya tidak pernah luntur. Dengan tindakan nyata tanpa banyak cerita, Lintang yang datang sekolah lebih awal dan bertemu buaya ketika menuju sekolah, berhasil mengantarkan sekolahnya menjadi juara Cerdas Cermat. ’Sayang’ dia yang datang ke sekolah lebih awal terpaksa harus meninggalkan sekolah lebih awal karena tidak bisa melanjutkan sekolah ketika orang tuanya meninggal. Tetapi mungkin itu juga yang melecut hati Ikal belajar lebih jauh. Seringkali kita perlu contoh tragis agar terinspirasi. Termasuk dalam memajukan Indonesia.
Tentu saja memajukan Indonesia tidak sama dan tidak bisa disamakan dengan pengelolaan sekolah dasar kecil di Belitong. Banyak warga Indonesia yang kaya dan bahkan sangat kaya, meskipun sebagian besar belum kaya dan masih miskin. Banyak anak Indonesia yang sudah sekolah S-2 atau S-3, tetapi banyak juga atau bahkan banyak banget yang tidak termotivasi untuk berprestasi.
Indonesia perlu banyak ’Pak Cik’, banyak ’ibu guru Muslimah’ dan banyak ’Lintang’. Indonesia perlu lebih banyak orang yang berprinsip lebih baik memberi daripada menerima. Indonesia perlu lebih banyak anak muda yang bisa memberi inspirasi atau terinspirasi.
Sekarang kita ada di bulan Oktober yang sekaligus peringatan 80 tahun Sumpah Pemuda. Inilah saat yang tepat untuk kembali mencanangkan cita-cita ‘pelangi’ Indonesia sesuai dengan Sumpah Pemuda 2008 yaitu: 1) Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia, 2) Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia, 3) Kami putera dan puteri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Mengomentari Pak Cik yang meninggal di tempat tugas, keponakan saya –Rachel- yang kelas dua SD dan waktu nonton duduk di sebelah saya nyeletuk ”Siapa yang jadi guru setelah Pak Cik meninggal? Dan saya tersadar bahwa film Laskar Pelangi sudah usai diputar. Sekarang kita kembali ke realita, memajukan Indonesia.
Bisa jadi kita sedang menunggu siapa yang jadi ’Pak Cik’ untuk memajukan Indonesia. Tentu kita perlu banyak ’Pak Cik’. Pak Cik di Laskar Pelangi sudah mati dan jadi pahlawan, dan biarkan beliau menikmati kepahlawanannya. Kita lanjutkan cita-citanya sebagai inspirasi untuk memajukan Indonesia. Siapa yang seharusnya menjadi Pak Cik-Pak Cik baru? Mengapa bukan kita saja yang menjadi Pak Cik yang baru?
Betul nggak?
Betul nggak?
Jakarta, 1 Oktober 2008
Handito Joewono
President Branding Indonesia dan
Chief Strategy Consultant ARRBEY
Email: handito@arrbey.com dan handito@ymail.com
Website: www.arrbey.com
Handito Joewono
President Branding Indonesia dan
Chief Strategy Consultant ARRBEY
Email: handito@arrbey.com dan handito@ymail.com
Website: www.arrbey.com